KontraS yang merupakan salah satu tim advokasi untuk
demokrasi membuka posko pengaduan online pada 25 September 2019. Berdasarkan laporan pengaduan tersebut,
KontraS menemukan 390 orang mendapat tindakan kekerasan selama melakukan aksi
pada 23-30 September 2019.
Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS
Rivanlee Anandar mengatakan, berdasarkan pengaduan yang dibuka KontraS pada 25 September, 390 orang yang mengikuti aksi mendapat tindakan kekerasan. 390 orang tersebut meliputi 201 mahasiswa, 50 pelajar, 13
karyawan, 3 pedagang, 2 freelance, 28 warga sipil, 1 ojol, 51 tidak diketahui,
dan 41 dipulangkan setelah ditahan pihak kepolisian.
Berdasarkan pengaduan yang masuk, proses perburuan
dan penangkapan yang dilakukan polisi selalu disertai dengan intimidasi verbal dan
intimidasi non verbal. Lokasi peristiwa kekerasan aksi pada 23-30 September
tersebar mulai dari Jakarta, Bandung, Surakarta, Malang, Solo, Palangkaraya,
Makassar, Medan, Palembang, dan Riau.
Tindakan pelanggaran yang terjadi pada aksi 23-30
September berupa pengeroyokan, penganiayaan, penangkapan, pelemparan batu,
penembakan peluru tajam, penembakan peluru karet, dan gas air mata. Akibat tindak
pelanggaran itu, korban mengalami memar, mata perih, luka robek, bocor di
kepala, muka bengkak, dan bahkan meningeal dunia. Immawan Randy, Muhammad Yusuf
Kardawi, Bagus Putra Mahendra adalah peserta aksi yang mendapatkan tindakan
kekerasan yang berujung pada kematian.
“Sampai saat ini tim advokasi masih mengalami
kesulitan untuk mengadvokasi korban pelanggaran aksi pada 23-30 September,” Kata
Rivanlee saat ditanyai melalui pesan langsung twitter, Senin (7/10). Kendala
yang dihadapi tim advokasi untuk demokrasi antara lain ketersediaan informasi,
akses informasi yang terbatas, akses bertemu dengan keluarga, dan akses bertemu
dengan pendamping.
Aksi yang dilakukan sejak 24 September ini menuntut
pemerintah untuk mencabut UU KPK dan membatalkan RKUHP. Aksi itu menarik
masyarakat sipil untuk ikut menyuarakan penolakannya terhadap UU KPK dan RKUHP.
Aksi yang dilakukan sejak 24 September ini bahkan dilaksanakan di tiap
kota-kota besar Indonesia.
Parah banget dah ituu
BalasHapus