Membaca Buku Fisik Lebih Asyik Ketimbang Buku Digital






Biasanya buku berbentuk lembaran kertas yang dicetak atau memiliki fisik yang dapat dipegang atau digenggam. Namun, di era teknologi ini, segalanya mulai mengunakan sistem digital, termasuk buku.  Melihat perkembangan zaman, banyak penerbit yang mengeluarkan buku versi  elektronik atau lazimnya disebut e-book .
Dibandingkan dengan buku cetak, e-book lebih mudah dibawa ke mana saja karena tidak berat. Bayangkan saja bagaimana beratnya jika membawa sebuah buku berisi 500 halaman sedangakan dengan menggunakan e-book, kita dapat membaca satu buku, dua buku, bahkan lebih melalui segenggam ponsel pintar yang bisa dibawa dengan mudah, pun bisa dimasukkan ke dalam saku celana. Selama kapasitas memori ponsel masih tersedia, kita dapat menyimpan banyak e-book dan dapat dibaca kapan saja yang kita mau.
Bentuknya yang digital, membuat e-book tidak mudah rusak dan tidak bisa robek. Ketika membeli buku, terdakang kita akan mendapatkan buku yang perekatnya tidak bagus alias mudah copot. Jika kita membalik lembar buku tersebut dengan kasar, halaman yang ada dalam buku dapat lebih mudah tercerai-berai dan terlepas dari sampulnya. Namun, saat ini kita tidak perlu khawatir lagi akan masalah tersebut karena sudah tersedianya buku dalam bentuk digital.
Selain tidak mudah robek karena terbuat dari kertas, e-book juga dapat mengurangi  penggunan kertas yang bahan bakunya terbuat dari pohon. Menggurangi jumlah penggunaan kertas tentunya membuat hidup lebih ramah lingkungan. E-book juga lebih murah harganya dibandingkan buku fisik karena tidak perlu dicetak dan didistribusi.
Meskipun e-book memiliki banyak kelebihan, saya masih lebih suka membaca buku cetak atau fisik ketimbang buku digital. Membaca menggunakan buku fisik lebih terasa dibandingkan dengan buku digital karena buku cetak memiliki bentuk atau fisik yang dapat kita pegang sehingga jika membaca tidak dalam bentuk fisik rasanya seolah tidak membaca sebuah buku.
Apabila tidak menyentuh sampul buku yang hendak dibaca, pun tidak membalikkan halaman buku dengan tangan, apalagi tidak mengendus aroma buku yang mau dibaca. rasanya seperti tidak membaca buku. Terlebih lagi pengertian buku yang menempel dalam pikiran saya adalah rangkaian tulisan yang dimuat dalam lembaran kertas dan dijadikan satu.
Membaca buku fisik lebih nyaman ketimbang dengan buku digital. Kalimat yang tertuang dalam buku digital ditulis dengan ukuran yang kecil sehingga menyulitkan pembaca. Agar tidak kesulitan dalam membaca e-book kita harus memperbesar tampilan buku tersebut. Setelah memperbesar tampilan, kita harus sering-sering menggeser setiap kalimat yang sudah kita baca karena layar ponsel yang bentuknya kecil tidak cukup memuat isi buku yang sudah kita perbesar.
Selain dari kesulitan itu, mata kita akan mudah lelah dan sakit saat membaca buku digital. Apalagi jika buku yang kita baca memiliki ratusan jumlah halaman. tentunya akan memakan waktu berjam-jam bahkan sampai berhari. Kondisi mata yang dipaksa untuk melihat pancaran cahaya  ponsel dalam durasi panjang membuat mata menjadi mudah lelah. Alodokter menyarankan pengguna ponsel untuk mengistirahatkan mata setiap 20 menit saat menatap layar ponsel. Hal itu dapat dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan mata.
Membaca buku versi cetak memang lebih menyenangkan. Saya menemukan sebuah penelitian dengan judul Digital vs. Print: Reading Comprehension and the Future Book, yang menyatakan buku versi cetak paling cocok untuk mata, kognisi, dan metakognisi yang dibutuhkan otak.

Share:
Read More

Aduhai, Mimpi Apa Aku Semalam




Petang lalu kau bertandang ke rumahku
Rupamu yang molek kaupadankan dengan pakaian perlente yang patut benar di tubuhmu
Kala itu kau memintaku duduk di selasar depan rumah
Katamu, "Sarala, aku datang untuk menyatakan keabsahan perasaanku padamu."
Sekonyong-konyong jantungku pun berdegup bertalu-talu
"Aduhai mimpi apa aku semalam," ucapku dalam hati


Kemudian sayup-sayup kudengar suara Ibu memanggil "Sarala bangun! hari sudah siang." Lalu kutemukan diriku bergelimpang di atas selasar
Hanya ada aku, Ibu dan tidak ada kau
"Aduhai, mimpi apa aku semalam," ucapku dalam hati
Share:
Read More

Jelajah Buku Murah di Jakbook




.
 Pada April 2019 lalu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan pasar buku pertama di Jakarta yang dinamakan Jakbook. Meskipun ditempatkan di Pasar, Jakbook tidak kalah berkelas dengan toko buku kelas atas.
            Saya mendapat rekomendasi tempat tersebut melalui twitter dan  memutuskan untuk pergi  ke Jakbook. Setelah sampai, hal pertama yang saya liat adalah poster-poster mengenai jakbook yang dipasang di depan Pasar Kenari. Gedung pasar  tersebut bahkan ditempeli gambar yang menampilkan buku-buku padahal Pasar Kenari sendiri lebih dikenal dengantoko elektronik dan listrik. Ketika masuk ke dalam pasar saya bisa langsung melihat beragam toko yang menjual keperluan listrik.
            “Jakbook di lantai 3 kak, naik aja. Tangganya di sebelah kanan” jelas laki-laki tersebut saat saya tanyai di mana letak Jakbook. Saya kemudian jalan mengikuti instruski yang tadi diberitahukan. Seperti pasar pada umumnya, di sana terasa panas dan lantainya terlihat agak kotor. 
Area Jakbook dibatasi dengan pintu kaca yang harus didorong. Sebelum mendorong pintu itu saya mengintip dari kaca pintu. Terlihat ada banyak toko buku dan beberapa orang lalu lalang. Lantainya terlihat bersih dan tidak panas, karena ber-AC. Di sebelah pojok kanan terdapat  kedai kopi dan tempat duduk.
“Cari apa, Kak? Lihat-lihat dulu saja ke dalam,” tanya perempuan yang berbaju putih. Namanya adalah Nasdi. Ia berjualan di sini sudah empat bulan saat pasar buku ini diresmikan Anies Baswedan. Sebelumnya, ia menjual buku-buku ini di Terminal Senen. Lapak buku Nasdi ini buka mulai pukul 09.00 hingga 18.00.
Saya melihat satu per satu buku yang dijual, Nasdi memajang sebagian bukunya dalam rak besi dan sebagian lagi ia bariskan di lantai dengan alas terpal yang berwarna biru. Ia menjual buku dari beragam usia, mulai dari anak, pelajar, hingga mahasiswa. Buku yang dijual juga beragam genre. Ada buku bacaan anak, politik, hukum, kedokteran, keperawatan, jurnalistik, agama, sastra, sejarah, dan banyak lagi. Lapak buku Nasdi ini tidak menentu waktu ramainya. Ia mengatakan terkadang lapaknya ramai, terkadang pula sepi pembeli.
Ia bertanya, apakah saya seorang mahasiswa dan dari jurusan apa. “Buku jurnalistik banyak nih, Kak. Kakak carinya yang apa? Kalau yang ini mau gak?” tanyanya setelah mendengar jawaban saya sambil menyedorkan dua buku mengenai jurnalistik. Saya pun akhirnya tidak membeli buku jurnalistik tetapi membeli buku Tan Malaka yang berjudul Aksi Massa. Beberapa waktu yang lalu saya sempat melihat buku ini di Gramedia dengan bandrol Rp35.000. Di lapak buku Nasdi ini, saya mendapatkan buku tersebut lebih murah dengan harga Rp20.000. Buku tersebut merupakan buku bekas. Namun masih sangat bagus dan terlihat seperti baru. Bahkan buku itu disampul rapi. Nasdi mempersilakan pembeli untuk menawar jika pembeli merasa harga yang ia ditawarkan belum pas.
Sebelum berjualan di Jakbook. Nasdi membuka lapak buku di Terminal Senen. Ia mengatakan lebih senang berjualan di sini karena tidak panas dan tempatnya lebih nyaman dari Terminal Senen. Di sini, Nasdi dan penjual lainnya hanya perlu membayar pajak untuk kebersihan per tahun ini. Uang sewa tempat baru akan diberlakukan mulai tahun depan.
Sambil menyusuri jalan, saya melihat satu tempat yang bertuliskan Jakmart. Tempat ini seperti namanya adalah sebuah pasar mini. Barang-barang yang dijual pun sama seperti barang-barang yang dijual pasar mini pdekat rumah atau pinggir jalan. Saya membeli air mineral ukuran 600 ml dengan kocek Rp2.500 saja padahal di pasar mini dan warung di pinggir jalan menjual air mineral tersebut dengan harga Rp3.000-Rp4.000.
Di tempat ini juga disediakan tempat bermain untuk anak. Pembeli yang membawa anak dapat bermain di sini.  Beberapa anak kecil pun terlihat berlari-larian di sekitar tempat tersebut. Selain itu Jakbook juga memiliki fasilitas ATM Center, ruang laktasi, foodcourt, kedai kopi, tempat untuk baca, dan ada pula toilet. Toilet di sini bahkan tersedia khusus untuk difabel. Jika biasanya di tempat umum, utamanya pasar, toilet akan terlihat kotor dan bau. Namun, di sini tidak. Toiletnya bersih pun tidak bau.
Jika di sepanjang jalan terdapat penjual buku yang dulunya menjajakan bukunya di Senen dan Kwitang. Di dalam Jakbook persis sama terlihat seperti toko buku besar yang ada di pusat perbelanjaan. Di sana bahkan terdapat pula komputer yang disediakan untuk mencari buku yang hendak kita beli seperti yang ada di toku buku besar.
Setelah mendapatkan buku yang diinginkan pembeli bisa duduk-duduk di tempat yang sudah disediakan sambil memesan kopi kekiniaan di kedai kopi blablabla. Kopi tersebut dijual mulai dari Rp10.000 hingga Rp15.000. Sambil membaca buku dan menyesap kopi, pembeli juga dapat melihat padatnya ibu kota dengan melihat pemandang di luar. Kedai kopi tersebut juag menyetelkan lagu-lagu yang bisa didengarkan.

Share:
Read More

KontraS: 390 Orang Mendapat Tindakan Kekerasan saat Aksi



KontraS yang merupakan salah satu tim advokasi untuk demokrasi membuka posko pengaduan online pada 25 September 2019.  Berdasarkan laporan pengaduan tersebut, KontraS menemukan 390 orang mendapat tindakan kekerasan selama melakukan aksi pada 23-30 September 2019.
Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS Rivanlee Anandar mengatakan, berdasarkan pengaduan yang dibuka KontraS pada 25 September, 390 orang yang mengikuti aksi mendapat tindakan kekerasan. 390 orang tersebut meliputi 201 mahasiswa, 50 pelajar, 13 karyawan, 3 pedagang, 2 freelance, 28 warga sipil, 1 ojol, 51 tidak diketahui, dan 41 dipulangkan setelah ditahan pihak kepolisian.
­Berdasarkan pengaduan yang masuk, proses perburuan dan penangkapan yang dilakukan polisi selalu disertai dengan intimidasi verbal dan intimidasi non verbal. Lokasi peristiwa kekerasan aksi pada 23-30 September tersebar mulai dari Jakarta, Bandung, Surakarta, Malang, Solo, Palangkaraya, Makassar, Medan, Palembang, dan Riau.
Tindakan pelanggaran yang terjadi pada aksi 23-30 September berupa pengeroyokan, penganiayaan, penangkapan, pelemparan batu, penembakan peluru tajam, penembakan peluru karet, dan gas air mata. Akibat tindak pelanggaran itu, korban mengalami memar, mata perih, luka robek, bocor di kepala, muka bengkak, dan bahkan meningeal dunia. Immawan Randy, Muhammad Yusuf Kardawi, Bagus Putra Mahendra adalah peserta aksi yang mendapatkan tindakan kekerasan yang berujung pada kematian.
“Sampai saat ini tim advokasi masih mengalami kesulitan untuk mengadvokasi korban pelanggaran aksi pada 23-30 September,” Kata Rivanlee saat ditanyai melalui pesan langsung twitter, Senin (7/10). Kendala yang dihadapi tim advokasi untuk demokrasi antara lain ketersediaan informasi, akses informasi yang terbatas, akses bertemu dengan keluarga, dan akses bertemu dengan pendamping.
Aksi yang dilakukan sejak 24 September ini menuntut pemerintah untuk mencabut UU KPK dan membatalkan RKUHP. Aksi itu menarik masyarakat sipil untuk ikut menyuarakan penolakannya terhadap UU KPK dan RKUHP. Aksi yang dilakukan sejak 24 September ini bahkan dilaksanakan di tiap kota-kota besar Indonesia.

Share:
Read More

Kekerasan dalam Hubungan yang Menjadi Momok bagi Perempuan


                             Ilustrasi dari republika.com



Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, menyebabkan kerusakan fisik atau barang lain. Permasalahan ini dapat terjadi kepada siapa saja dan di mana saja. Kekerasan pun tidak selalu berkaitan dengan fisik. Kekerasan juga bisa bersifat verbal, seksual, dan psikologis.
Dalam sebuah hubungan percintaan yang melibatkan laki-laki dan perempuan, acap kali terjadi cekcok di antara  kedua belah pihak. Baik itu dalam hubungan perkawinan maupun hubungan dalam berpacaran.  Percekcokan ini tidak jarang dilakukan dalam bentuk kekerasan. Kebanyakan pihak yang menjadi korban kekerasan adalah kaum perempuan. Meskipun begitu, bukan berarti laki-laki terbebas dari bahaya kekerasan.
Menurut Catatan Tahunan (CATAHU)  Komnas Perempuan, jumlah  kekerasan terhadap perempuan tahun 2017 meningkat se­besar 74% dari tahun 2016.  Jumlah kasus kekerasan perempuan pada tahun 2017 sebesar 348.446. Dalam catatan yang dilampirkan oleh Komnas Perempuan, kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi di ranah personal, yaitu dalam hubungan rumah tangga ataupun dalam masa berpacaran.
Bagi sebagian orang, berpacaran atau memiliki seorang kekasih adalah hal yang lumrah dilakukan sebelum sepasang insan siap untuk  menjejakan kaki di dunia perkawinan. Meskipun begitu, sebagian lainnya juga banyak yang memilih untuk menikah terlebih dahulu sebelum menjalani masa berpacaran.
Dalam masa berpacaran ini, kekerasan tidak jarang terjadi di sebuah hubungan yang sedang dijalani. Bentuk kekerasannya pun beragam, mulai dari kekerasan verbal, kekerasan fisik, kekerasan psikis ataupun kekerasan seksual. Komnas Perempuan menyampaikan dalam CATAHU, sebanyak 1.873 perempuan mengalami kekerasan dalam pacaran. Tingginya jumlah kasus kekerasan ini, menjadi momok tersendiri bagi perempuan dalam mendapatkan kehidupan yang aman.
Samsara –nama panggilan– (20 Tahun) pernah mendapatkan kekerasan yang dilakukan oleh kekasihnya saat itu semasa mereka berpacaran. Samsara dan Coki telah menjalin asmara selama 2 tahun lamanya. Pada awal masa mereka berpacaran, Coki tidak pernah berlaku aneh atau berbuat tidak menyenangkan.
Setelah melewati masa pacaran selama sekian bulan. Samsara memergoki Coki mempunyai hubungan dengan perempuan lain. Saat mengetahui itu, Samsara langsung mengutarakan kekecewaannya pada Coki. Hal itu sontak menimbulkan kecekcokan di anatara mereka. Tidak terima dengan ucapan Samsara, Coki malah membentaknya seolah ia tidak melakukan kesalahan. Tak hanya sampai di situ saja,    percekcokan di antara mereka bertambah dahsyat sampai kemudian Coki menampar wajahnya.
           Hari itu tak akan pernah bisa ia lupakan, Samsara tidak pernah membayangkan akan mendapat perlakuan seperti itu. Coki pun lalu langsung meminta maaf kepadanya. Berkat bujuk rayu sang kekasih, Samsara pun memafkannya dengan dalih Coki tidak akan mengulanginya kembali.  Setelah kejadian itu, Coki kian berlaku tidak menyenangkan. Ia akan marah kepada Samsara, apabila gadis itu tidak memebalas pesannya bahkan jika telat membalasnya sekali pun. Coki akan menghujaninya dengan puluhan pesan dan panggilan masuk. Samsara pun merasa kian risih dengak sikap pacarnya ini. “Kalau saya telat bales chatnya dia bisa langsung marah sambil nge-chatin dan teleponin saya puluhan kali,” ungkap Samsara sembari mengenang masa kelamnya.
Lebih dari itu, Coki bahkan melarang Samsara umtuk berteman dengan laki-laki lain. Pernah suatu ketika Samsara sedang berbicara dengan teman laki-lakinya yang sebut saja bernama Andra.  Coki yang melihat mereka sedang berbincang-bincang pun langsung naik pitam hingga membentak  dan menarik tangannya dengan sangat kasar. Padahal saat itu mereka sedang berada di tempat umum karena tangannya terasa begitu sakit ia lalu memohon kepada Coki  untuk segera melepaskan cengkramannya. “Lepasin aku tolong Ki!” ucap Samsara mengulangi perkataan yang ia ucapkan persis seperti saat itu. Samsara mengatakan sambil mengingat kejadian silam, “Kami sering bertengkar di tempat umum. Dia gak akan mikir dua kali untuk ngebentak atau ngasarin aku, meskipun saat itu ada banyak orang di sana.”
Samsara kian merasa takut akan sikap Coki yang terlalu emosional atau kelewat posesif. Ia merasa tidak bisa menajalankan kehidupannya dengan  bebas karena selalu berada di bawah tekanan kekasihnya saat itu.  Selain emosional dan posesif, Samsara juga mengungkapkan bahwa Coki selalu merasa curiga dan tak pernah mempercayainya. Waktu itu Ia mengatakan pada Coki bahwa ia tidak berada di rumahnya karena sedang pergi bersama Ibunda. Mendapat pesan seperti itu, Coki langsung mendatangi rumahnya untuk memastikan apakah ia benar-benar pergi atau tidak. Tak lama dari itu Samsara mendapatkan banyak pesan darinya yang mengatakan bahwa ia sedang berbohong karena menurut Coki ia melihat Samsara sedang berada di depan rumah. Padahal Samsara sedang tidak di rumah dan kemungkinan yang Coki lihat adalah kakaknya. Mereka kemudian kembali bertengkar, kali ini bahkan Coki tidak segan menghujaninya dengan kata-kata kotor.
Coki semakin kasar dan menjadi-jadi. Selama berbulan-bulan Samsara berada dalam tekanan dan menjadi depresi. Saat kejadiaan itu berlangsung ia bahkan tidak berani menceritakan apa yang ia alami kepada orang lain termasuk kepada ibunya. Ia menyimpan permasalahannya sendiri karena takut. Setelah berperang cukup lama dengan pikirannya, Samsara akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Coki. Bahkan setelah hubungan mereka berakhir, Samsara mengalami trauma yang cukup berat.
Melihat perubahan perilaku putrinya, Maria, ibu Samsara, mendesaknya untuk bercerita kepadanya. Cukup bimbang, Samsara akhirnya menceritakan permasalahan tersebut kepada ibunya. Mendengar anaknya disakiti bahkan hingga melukai fisik, Maria marah bukan kepalang , ia mengenal Coki sebagai kekasih anaknya tapi tidak tahu dan tidak akan menyangka laki-laki tersebut akan melakukan kekerasan terhadap putrinya. Maria menita Samsara untuk mempertemukannya dengan Coki. “Suruh Coki ketemu Ibu! beraninya dia ngasarin kamu” perintah Maria geram. Namun Samsara berusaha keras untuk tidak memperpanjang permasalahan ini. Ia pun sudah berbesar hati untuk memafkaan Coki.   
       Zahra Nabila dari Pijar Psikologi mengatakan kemungkinan-kemungkinan alasan seorang melakukan kekerasan dalam sebuah hubungan adalah kurang mampu bertanggung jawab, merasa memiliki seseorang tersebut secara penuh sehingga merasa berhak untuk menyakiti dan trauma yang belum terselaikan.
Kekerasan dalam sebuah hubungan semakin meningkat, permasalahan ini terus menjadi momok terutama bagi perempuan. Untuk kita harus mempelajari bagaiaman penanganan atau apa yang harus kita lakukan saat kita mengalami kekerasan, dan jangan takut untuk bercerita kepada orang lain. Jika Anda memiliki teman atau mengenal sesorang yang mengalami kekerasan dukung orang tersebut dan ajak mereka bicara.
Apabila Anda mengalami kekerasan atau mengetahui kekerasan terjadi di sekitarmu, ajak korban agar berani melaporkan kasusnya. Silakan datang ke Kantor Komnas Perempuan di Jalan Latuharhary, No.4B, RT.1/RW.4, Menteng, Jakarta Pusat atau hubungi melalui telepon 021-3903963 atau 021-80305399, bisa juga surel  mail@komnasperenpuan,go.id
Share:
Read More